Model Pembelajaran Group Investigation (GI)

        Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
Model pembelajaran ini dikembangkan oleh Sharan pada tahun 1970. Model ini merupakan pendekatan yang paling kompleks dan paling sulit diterapkan, bila dibandingkan dengan STAD dan Jigsaw. Siswa dilibatkan dalam perencanaan baik pada topik yang akan dipelajari dan cara-cara untuk memulai investigasi mereka. Hal ini memerlukan norma-norma dan struktur kelas yang lebih canggih bila dibandingkan dengan penggunaan pendekatan lain. Pendekatan ini juga menuntut bahwa siswa diajarkan komunikasi dan keterampilan-keterampilan proses kelompok sebelum mereka menggunakan strategi ini (Killen, 1998: 99).
Guru yang menggunakan investigasi kelompok biasanya membagi kelasnya ke dalam kelompok-kelompok yang heterogen yang terdiri lima hingga enam anggota. Namun dalam beberapa hal kelompok dapat dibentuk berdasarkan persahabatan atau ketertarikan pada topik tertentu. Kedudukan guru dalam model pembelajaran ini, dijelaskan oleh Joyce & Weil (1980: 240) bahwa guru berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan proses yang terjadi dalam kelompok (membantu siswa merumuskan rencana, melaksanakan, mengelola kelompok). Guru berfungsi sebagai pembimbing akademik. Di dalam kelas yang menerapkan model investigasi kelompok, guru lebih berperan sebagai konselor, konsultan, dan pemberi kritik yang bersahabat. Dalam rangka ini guru seyogyanya membimbing dan mengarahkan kelompok melalui tiga tahap (Suherman, 1992: 63) sebagai berikut:
a.         Tahap pemecahan masalah,
b.        Tahap pengelolaan kelas,
c.         Tahap pemaknaan secara perseorangan.
Menurut Soedjadi (1999: 162), model belajar “investigasi” sebenarnya dapat dipandang sebagai model belajar “pemecahan masalah” atau model “penemuan”. Tetapi model belajar “investigasi” memiliki kemungkinan besar berhadapan dengan masalah yang divergen serta alternatif perluasan masalahnya. Sudah barang tentu dalam pelaksanaannya selalu perlu diperhatikan sasaran atau tujuan yang ingin dicapai, mungkin tentang suatu konsep atau mungkin tentang suatu prinsip. Di dalam investigasi kelompok, enam tahap yang dikemukakan oleh Slavin (1995: 218-220) yaitu:
a.       Identifikasi topik dan mengatur siswa kedalam kelompok,
1)        Para siswa meneliti beberapa sumber, mengusulkan sejumlah topik dan mengategorikan saran-saran.
2)        Para siswa bergabung dengan kelompoknya untuk mempelajari topik yang telah mereka pilih.
3)        Komposisi kelompok berdasarkan pada ketertarikan siswa dan harus bersifat heterogen.
4)        Guru membantu dalam pengumpulan informasi dan menfasilitasi pengaturan.
b.      Merencanakan tugas belajar yang akan dipelajari
Para siswa merencanakan bersama mengenai: apa yang kita pelajari?, bagaiman kita mempelajarinya?, siapa melakukan apa? (pemberian tugas), untuk tujuan atau kepentingan apa kita menginvestigasikan topik ini?
c.       Melaksanakan tugas investigasi,
1)      Para siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data, dan membuat kesimpulan.
2)      Tiap anggota kelompok berkontribusi untuk usaha-usaha yang dilakukan kelompoknya.
3)      Para siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi dan mensintesis semua gagasan.
d.      Mempersiapkan laporan akhir,
1)      Anggota kelompok menentukan pesan-pesan esensial dari proyek mereka.
2)      Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan bagaimana akan membuat presentasi mereka.
3)      Wakil-wakil kelompok membentuk sebuah panitia acara untuk mengkoordinasi rencana-rencana presentasi.
e.       Menyajikan laporan akhir,
1)      Presentasi yang dibuat untuk seluruh kelas dalam berbagai macam bentuk.
2)      Bagian presentasi tersebut harus dapat melibatkan pendengarnya secara aktif.
3)      Para pendengar tersebut mengevaluasi kejelasan dan penampilan presentasi berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya oleh seluruh anggota kelas.
f.       Evaluasi.
1)      Para siswa saling memberikan umpan balik mengenasi topik tersebut, mengenai tugas yang telah mereka kerjakan, mengenai keefektifan pengalaman-pengalaman mereka.
2)      Guru dan murid berkolaborasi dalam mengevaluasi pembelajaran siswa.

3)      Penilaian atas pembelajaran harus mengevaluasi pemikiran paling tinggi.

Strategi Belajar Concept Mapping (Peta Konsep)

         Strategi Belajar Concept Mapping (Peta Konsep)
Penggunaan pengorganisasi awal (advance organizer) merupakan suatu alat pengajaran yang direkomendasikan oleh Ausabel dalam Nur (Trianto, 2007:157), untuk mengaitkan bahan-bahan pelajaran baru dengan pengetahuan awal. Pengetahuan awal menurut ausabel adalah menggarisbawahi ide-ide utama dalam suatu situasi pembelajaran yang baru dan mengkaitkan ide-ide baru dan mengkaitkannya dengan pengetahuan yang ada pada pembelajar.
Pemetaaan konsep menurut Martin (Trianto, 2007:157), merupakan inovasi baru yang penting untuk membantu anak menghasilkan pembelajaran bermakna dalam kelas. Peta konsep menyediakan bantuan visual konkret untuk membantu mengorganisasikan informasi sebelum informasi tersebut dipelajari. Para guru yang telah menggunakan peta konsep menemukan bahwa peta konsep memberi mereka basis logis untuk memutuskan ide-ide utama apa yang akan dimasukkan atau dihapus dari rencana-rencanapengajaran mereka. Seperti halnya yang diungkapkan oleh Suprijono (2009:106), metode pembelajaran peta konsep adalah cara lain untuk menguatkan pengetahuan dan pemahaman peserta didik terhadap bahan-bahan yang telah dibacanya.
Peta konsep membantu guru memahami macam-macam konsep yang ditanamkan pada topik yang lebih besar yang diajarkan. Pemahaman ini akan memperbaikai perencanaan atau intruksi guru. Pemetaan yang jelas dapat membantu menghindari miskonsepsi yang dibentuk siswa. Tanpa peta konsep guru memilih untuk mengajar apa yang diingat atau disukai.
1)        Pengertian konsep
Konsep atau pengertian merupakan kondisi utama yang diperlukan untuk menguasai kemahiran diskriminasi dan proses kognitif fundamental sebelumnya berdasarkan kesamaan ciri-ciri dari sekumpulan stimulus dan objek-objeknya (Damarah & Zain dalam Trianto, 2007:158)
Rosser dalam Dahar (Mukodi dkk (2013:119)), mendefinisikan kata konsep sebagai suatu abstraksi yang mewakili suatu kelas obyek-obyek, kejadian-kejadian kegiatan atau hubungan-hubungan, yang mewakili atribut-atribut. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep didefinisikan sebagai gambaran mental suatu obyek, proses atau apapun yang berada diluar  bahasa yang dulu digunakan oleh akal budi untuk memahami masalah lainnya.
Dari definisi-definisi tersebut, konsep dapat diartikan sebagai maksud dari suatu obyek atau kejadian yang digunakan untuk mempermudah memahami masalah dari karakteristik suatu obyek, kejadian, atau fenomena tertentu.
2)      Pengertian Peta Konsep
Novak ( Adib, 2010) mendefinisikan peta konsep (concept mapping) adalah suatu gambaran skematis untuk mempresentasikan suatu rangkaian konsep dan kaitan antar konsep yang ada. Adapun definisi lain, peta konsep adalah ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan kekonsep-konsep lain pada kategori yang sama (Martin dalam Trianto, 2007:159). Untuk lebih manambah pemahaman terhadap peta konsep, Dahar (1989) yang dikutip oleh Eman (2003),  mengemukakan ciri-ciri peta konsep sebagai berikut:
1)   Peta konsep atau pemetaan konsep adalah suatu cara untuk memperlihatkan kosep-konsep dan proposisi-proposisisuatu bidang studi, apakah itu fisika, kimia, biologi, matematika. Dengan menggunakan peta konsep, siswa dapat melihat bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu lebih bermakna.
2)   Suatu peta konsep merupakan gambar dua dimensi dari suatu bidang studi, atau suatu bagian dari bidang studi. Ciri inilah yang dapat memperlihatkan hubungan-hubungan proporsional antara konsep-konsep.
3)   Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Ini berarti ada konsep yang lebih inklusif daripada konsep-konsep yang lain.
4)   Bila dua atau lebih konsep digambarkan dibawah suatu konsep yang lebih inklusif, terbentuklah suatu hierarki pada peta konsep tersebut.

Berdasarkan ciri tersebut diatas, peta konsep membuat informasi abstrak menjadi konkret dan sangat bermanfaat meningkatkan ingatan suatu konsep pembelajaran, dan menunjukkan pada siswa bahwa pemikiran itu mempunyai bentuk (Trianto, 2007:159).
Pembuatan peta konsep dilakukan dengan membuat suatu sajian visual atau suatu diagram tentang bagaimana ide-ide penting atau suatu topik tertentu dihubungkan satu sama lain. Arends ( Trianto, 2007:160), memberikan langkah-langkah dalam membuat peta konsep sebagai berikut:
a.       Langkah 1 : mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah konsep.  
b.      Langkah 2 : mengidentifikasi ide-ide atau konsep sekunder yang menunjang ide utama.
c.       Langkah 3 : tempatkan ide-ide utama ditengah atau di puncak peta tersebut.
d.      Langkah 4 : kelompokkan ide-ide skunder di sekeliling ide utama yang secara visual menunjukkan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama.
Berdasarkan pendapat diatas, dapatlah dikemukakan dalam membuat peta konsep adalah sebagai berikut: 1) memilih bahan bacaan, 2) menentukan konsep-konsep yang relevan, 3) mengurutkan konsep-konsep dari yang inklusif ke yang kurang inklusif, 4) menyusun konsep-konsep tersebut dalam suatu bagan.
Adapun manfaat membuat peta konsep dalam pembelajaran adalah sebagai berikut:
1)        Menyelidiki apa yang telah diketahui oleh siswa
2)        Dapat mempelajari cara belajar siswa
3)        Dapat mengungkapkan konsep yang salah dari siswa
4)        Sebagai alat maupun bahan evaluasi.
Dalam penelitian ini disajikan cara untuk mengajarkan materi pembelajaran dengan peta konsep, yaitu:
1)        Guru menerangkan suatu bahan dengan menggunakan peta  konsep
2)        Siswa yang membuat peta konsep dan guru membantu. Dalam cara ini siswa yang harus aktif dalam belajar peta konsep.
          Berdasarkan uraian yang telah dipaparakan peneliti mencoba mengembangkan perangkat pembelajaran yang kedua yang akan diterapkan dalam penelitian ini, dengan proses pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1)        Guru menyiapkan potongan kartu-kartu yang bertuliskan konsep-konsep utama
2)        Siswa  dibentuk beberapa kelompok, kemudian guru membagi potongan-potongan kartu kepada siswa
3)        Masing-masing siswa dalam kelompok diminta untuk membuat peta konsep dari materi yang sudah ditentukan
4)        Diharapkan siswa untuk menjelaskan peta konsep yang telah    dibuatnya dan setelah itu dikumpulkan
5)        Guru mnanggapi dan memberikan perbaikan jika siswa terjadi kekeliruan dalam menghubungkan antar konsep dalam pembuatan peta konsep
6)        Sebagai bahan perbandingan guru menampilkan peta konsep yang telah dibuatnya untuk sebagai koreksi atas pekerjaan siswanya

7)        Guru bersama-sama siswa merumuskan beberapa kesimpulan dari materi yang dipelajari melalui peta konsep tersebut.